banner 728x90

Sidoarjo, 25 Juni 2025 — Kesadaran akan pentingnya lingkungan tidak cukup hanya diajarkan di ruang kelas. Hal itulah yang mendorong mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk belajar langsung dari lapangan. Bertempat di Kampung Edukasi Sampah (KES), Sekardangan, Sidoarjo, para mahasiswa melakukan kunjungan observasi dalam rangka tugas kelompok mata kuliah Manajemen Komunikasi Lingkungan.

Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya akademik yang mengintegrasikan teori dengan praktik nyata di masyarakat. Selama dua jam kunjungan, para mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi, wawancara mendalam, dan pengamatan langsung terhadap strategi komunikasi yang dijalankan oleh komunitas warga dalam mengelola sampah dan membangun budaya lingkungan yang lestari.

Kampung Edukasi Sampah (KES) dikenal sebagai kampung tematik berbasis lingkungan yang lahir dari semangat gotong royong warga. Di tempat ini, mahasiswa tidak hanya menyerap informasi mengenai sistem pengelolaan sampah, tetapi juga mempelajari bagaimana komunikasi menjadi kunci dalam mengubah perilaku warga: dari pola konsumsi, pengolahan limbah, hingga partisipasi dalam bank sampah.

Salah satu mahasiswa peserta kunjungan,  mengungkapkan kesannya terhadap pengalaman tersebut :

“Saya benar-benar kagum dengan apa yang dilakukan warga di KES. Komunikasinya sangat natural, menyentuh, dan tidak menggurui. Justru itu yang membuat warga mau bergerak bersama. Ini pengalaman lapangan yang membuka mata kami.”

Mahasiswa lainnya, juga mengungkapkan bahwa kunjungan ini memperkuat pemahamannya tentang pentingnya pendekatan komunikasi berbasis komunitas.

“Saya belajar bahwa komunikasi lingkungan bukan hanya soal menyebar informasi, tapi bagaimana menjadikan pesan itu bagian dari kehidupan warga sehari-hari.”

Dalam sesi diskusi, mahasiswa juga berkesempatan berbincang langsung dengan kader lingkungan KES. Salah satunya adalah Esther, kader yang telah aktif mendampingi edukasi warga dan anak-anak di lingkungan setempat.

“Komunikasi itu soal empati dan konsistensi. Di sini, kami mengajak warga bukan dengan teori rumit, tapi dengan contoh nyata. Saat warga melihat manfaatnya, mereka ikut bergerak dengan sukarela,” ujar Esther.

Ia menekankan bahwa pendekatan dari hati ke hati dan berbasis kesetaraan membuat warga merasa dilibatkan, bukan didikte.

Senada dengan itu, Luthfiyati, kader lingkungan lainnya, menambahkan:

“Kehadiran mahasiswa menjadi penyemangat baru bagi kami. Ini bukan sekadar kunjungan, tapi pertukaran semangat dan perspektif. Kami berharap mereka membawa cerita dari kampung ini dan menularkannya ke tempat lain.”

Kunjungan ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi antara kampus dan masyarakat mampu menciptakan ruang belajar yang saling memperkaya. Pihak Kampung Edukasi Sampah menyambut baik kehadiran mahasiswa dan berharap akan ada lebih banyak sinergi ke depan.

“Kami selalu terbuka untuk siapa pun yang ingin belajar atau berbagi. Kampung ini lahir dari semangat bersama, dan kami percaya perubahan besar bisa dimulai dari interaksi sederhana seperti ini,” ungkap Esther. 

Kegiatan ditutup dengan sesi dokumentasi bersama dan refleksi singkat, di mana mahasiswa menyampaikan rasa terima kasih atas keterbukaan dan inspirasi yang mereka terima.


 

banner 300x250

Berita Terkait