banner 728x90


Sidoarjo, 29 Juli 2025 — Di tengah krisis iklim yang kian mengancam masa depan generasi mendatang, sektor pendidikan kembali mengambil peran penting sebagai agen perubahan. Bertempat di Hotel Aston Sidoarjo, Earth Hour Surabaya bersama INOVASI Jawa Timur menyelenggarakan Lokakarya Integrasi Pendidikan Perubahan Iklim dalam Pembelajaran dan Budaya Sekolah/Madrasah, Selasa (29/7/2025).

Kegiatan ini menghadirkan para kepala sekolah dan guru dari berbagai sekolah/madrasah mitra INOVASI Jawa Timur, dengan tujuan memberikan pemahaman mendalam tentang pentingnya memasukkan isu perubahan iklim ke dalam kurikulum serta budaya satuan pendidikan.

Salah satu sesi unggulan dalam lokakarya ini adalah kehadiran Kampung Edukasi Sampah (KES) dari RT.23 RW.07 Kelurahan Sekardangan, Sidoarjo, sebagai narasumber utama yang memperkenalkan pendekatan edukatif dan partisipatif dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat.

Dipandu oleh kader lingkungan : Hery Sugiono, Retno Mulyo, Puput, Beni Astuti, dan Esther para peserta diajak memahami konsep Pilah dan Olah Sampah yang telah berhasil dijalankan di KES dan menjangkau lebih dari 4.000 pengunjung tiap tahunnya dari berbagai kalangan: pelajar, dosen, masyarakat umum hingga instansi pemerintah dan swasta.

Dalam paparannya, Hery Sugiono menyampaikan, “Kampung Edukasi Sampah kami hadirkan sebagai ruang belajar bersama yang membumi. Ini bukan proyek besar dari pemerintah atau CSR perusahaan besar, tapi hasil gotong royong warga. Kami ingin menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari RT-RW. Bahwa edukasi lingkungan itu harus menyenangkan, membumi, dan bisa langsung dipraktikkan, termasuk di sekolah-sekolah.”

Hery juga mengenalkan berbagai inovasi ramah lingkungan yang telah dikembangkan di KES, seperti manajemen bank sampah untuk membayar iuran warga, pengolahan air limbah untuk penyiraman tanaman, panel surya untuk hidroponik dan penerangan, serta sumur resapan sebagai tempat pengomposan. Inovasi-inovasi tersebut tak hanya mendukung upaya adaptasi dan mitigasi iklim, tetapi juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Partisipasi peserta sangat aktif. Mereka mengajukan beragam pertanyaan mulai dari teknis instalasi IPAL sederhana di sekolah, pemanfaatan solar panel, hingga tantangan mengelola sampah daun dan buah pohon beringin. Diskusi pun mengerucut pada pemanfaatan kompos Takakura dan potensinya dalam kebun edukasi sekolah, hingga bagaimana sekolah bisa menjadi pusat edukasi perubahan perilaku.

Lokakarya ini juga memberikan pengalaman praktis bagi peserta untuk mendeteksi risiko iklim di lingkungan sekolah mereka masing-masing, mengidentifikasi kelompok siswa yang paling rentan, dan merancang rencana aksi sederhana yang aplikatif dan berakar dari potensi lokal.

Dengan pendekatan simulasi visual dan diskusi kelompok, para kepala sekolah menghasilkan peta risiko iklim sekolah serta poster aksi ramah iklim yang siap diterapkan dan disosialisasikan di lingkungan pendidikan mereka.

Koordinator INOVASI Jawa Timur menegaskan bahwa pendidikan adalah titik tumpu perubahan jangka panjang. "Ketika kepala sekolah punya komitmen lingkungan, maka sekolah akan tumbuh jadi pusat pembelajaran yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berdaya secara ekologis dan sosial," ungkapnya.

Lebih dari sekadar kegiatan pelatihan, lokakarya ini menjadi pengingat kuat bahwa sekolah adalah tempat menanam harapan. Harapan akan bumi yang lebih bersih, lebih hijau, dan lebih adil. Harapan bahwa pendidikan bisa menjadi jembatan antara kesadaran dan aksi nyata.

Sebagaimana ditunjukkan oleh Kampung Edukasi Sampah, perubahan tidak harus menunggu proyek besar. Ia bisa dimulai dari warga, dari guru, dari kepala sekolah, dari kelas-kelas kecil yang mengajarkan bahwa membuang sampah di tempatnya, memilah sebelum mengolah, adalah bagian dari mencintai bumi.

banner 300x250

Berita Terkait