Membentuk Generasi Peduli Bumi
Siswa Green School Club SDN Sedatigede 1 Belajar Pengelolaan Sampah
Pagi itu, suasana Kampung Edukasi Sampah di Sekardangan Sidoarjo tampak lebih hidup dari biasanya. Suara obrolan anak-anak, tawa kecil, dan rasa penasaran mereka memenuhi ruang terbuka yang menjadi tempat belajar alternatif. Puluhan siswa dari ekstrakurikuler Green School Club (GSC) SDN Sedatigede 1 datang dengan antusias untuk mengikuti kegiatan edukasi lingkungan sebuah pembelajaran yang berbeda dari rutinitas kelas.
Tidak ada papan tulis. Tidak ada spidol. Tidak ada kursi berbaris rapi. Sebaliknya, lingkungan sekitar menjadi media belajar : dedaunan, sisa bahan organik, botol plastik bekas, dan area komposting menjadi laboratorium ilmu yang nyata.
Sejak awal kegiatan, para siswa diperkenalkan pada fakta sederhana namun penting: semua orang menghasilkan sampah setiap hari, dan sampah tidak hilang begitu saja hanya karena dibuang. Kalimat ini menjadi pembuka diskusi dan refleksi kecil bagi mereka bahwa memegang permen, membuka makanan ringan, atau selesai makan menghasilkan konsekuensi lingkungan.
Para fasilitator Kampung Edukasi Sampah kemudian menjelaskan jenis-jenis sampah dengan cara yang mudah dipahami anak-anak : organik, anorganik, dan residu. Tidak berhenti di penjelasan, anak-anak diminta praktik langsung memilah sampah yang sudah disiapkan. Sebagian besar dari mereka terkejut bahwa apa yang selama ini dianggap “sampah biasa” ternyata memiliki kategori dan perlakuan berbeda.
Setelah memahami pemilahan, kegiatan berlanjut pada proses mengolah sampah organik menjadi kompos. Dengan alat sederhana dan proses bertahap, para siswa belajar bahwa kulit pisang, sisa sayuran, atau daun kering bisa kembali menjadi tanah subur. Beberapa siswa mencoba mengaduk bahan organik sambil bertanya apakah baunya akan berubah dan kapan kompos bisa digunakan untuk tanaman.
Dari sana, kegiatan beranjak ke sesi kreatif. Di antara botol plastik, kardus bekas, dan bungkus makanan, anak-anak mulai melihat potensi lain: bukan sekadar limbah, tetapi bahan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat. Dalam waktu singkat, karya-karya kecil mulai terbentuk dari botol air mineral, tempat pensil dari kardus bekas, hingga hiasan lucu dari sisa plastik warna-warni.
Guru pendamping menyampaikan rasa syukur atas adanya kegiatan ini. Menurutnya, pengalaman nyata seperti ini jauh lebih membekas dibandingkan sekadar teori yang dibaca di buku pelajaran. “Anak-anak belajar merasakan hubungan antara perilaku mereka dan dampaknya terhadap bumi,” ujar salah satu guru.
Di akhir kegiatan, para siswa diajak merenung sejenak. Mereka diberi pertanyaan sederhana: “Jika sampah bisa dimanfaatkan, mengapa kita masih membiarkan lingkungan penuh sampah?” Pertanyaan itu tidak memerlukan jawaban langsung karena jawabannya ada pada kebiasaan yang mereka bentuk setelah pulang dari kegiatan ini.
Kunjungan Green School Club SDN Sedatigede 1 ini bukan hanya tentang proyek sekolah atau kunjungan edukasi biasa. Ini adalah langkah kecil untuk membangun kesadaran, pengalaman yang menanamkan rasa tanggung jawab pada bumi, serta upaya membentuk generasi yang tidak hanya pintar, tetapi peduli dan berperilaku ramah lingkungan.
Sebab, perubahan tidak harus dimulai dari hal besar. Terkadang, ia dimulai dari sebuah botol plastik yang dimanfaatkan kembali, sejumput tanah kompos, dan pemahaman bahwa bumi membutuhkan tindakan kita hari ini, bukan nanti.






