Dari Melihat Menjadi Meniru, Gerakan Lingkungan yang Menular dari Kampung untuk
Pemdes Mantingan Rembang Belajar ke Kampung Edukasi Sampah Sidoarjo
Sidoarjo — Perubahan yang besar kerap berawal dari langkah sederhana. Sabtu, 1 November 2025, semangat perubahan itu terlihat ketika rombongan Pemerintah Desa Mantingan, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, melakukan studi pembelajaran ke Kampung Edukasi Sampah (KES), RT 23 RW 07, Sekardangan, Sidoarjo.
Sebanyak 40 peserta hadir, terdiri dari perangkat desa, BPD, BUMDes, Opdes, lembaga desa, hingga warga pelopor lingkungan. Dipimpin langsung oleh Kepala Desa Mantingan, Yuliani Ari Setyaningsih, SE, mereka tidak hanya datang untuk mendengar, tetapi untuk melihat, merasakan, dan membawa pulang praktik baik pengelolaan sampah berbasis partisipasi warga.
Begitu tiba, rombongan disambut suasana kampung yang tertata, bersih, penuh edukasi visual, dan hidup dengan gotong royong. Kampung Edukasi Sampah menjadi contoh nyata bahwa gerakan lingkungan dapat tumbuh bukan dari proyek besar, tetapi dari kemauan warga, keteladanan, dan konsistensi gerakan kecil yang dilakukan setiap hari.
Selama kunjungan, para peserta diajak turun langsung melihat beragam praktik pengelolaan sampah yang sudah berjalan. Mereka memulai dari edukasi paling dasar: pemilahan sampah rumah tangga. Setiap rumah di kampung ini telah menerapkan pemilahan organik, anorganik, dan residu membuktikan bahwa perubahan dimulai dari kebiasaan kecil di rumah masing-masing.
Dari sana, rombongan menyaksikan implementasi berbagai teknik pengelolaan sampah organik. Mulai dari komposter rumah tangga, komposter komunal, hingga sumur resapan organik, semuanya diterapkan dengan sederhana namun efektif. Mereka juga melihat pembuatan eco enzyme dan pupuk organik cair (POC) sebagai solusi pemanfaatan limbah dapur menjadi produk ramah lingkungan bernilai guna.
Metode budidaya maggot turut menjadi perhatian. Para tamu melihat bagaimana sampah dapur bisa diolah menjadi pakan ternak melalui teknologi ramah lingkungan, menghadirkan manfaat ekonomi bagi warga.
Di sisi lain, bank sampah tingkat RT menunjukkan bagaimana sistem berbasis reward dan edukasi mampu mendorong kebiasaan masyarakat untuk memanfaatkan sampah sebagai sumber daya. Kampung ini juga menerapkan inovasi energi bersih melalui panel surya, serta menghadirkan IPAL sederhana untuk memastikan air selokan tetap bersih.
Semua ini menjadi bukti nyata bahwa pengelolaan sampah bukan teori belaka tetapi budaya yang dibangun bersama warga, sedikit demi sedikit, hingga menjadi gerakan kolektif.

Kepala Desa Mantingan, Yuliani Ari Setyaningsih, SE, menyampaikan apresiasi mendalam. “Kami belajar banyak sekali tentang pengelolaan sampah mulai dari pemilahan hingga pengolahan, komposter, sumur resapan, POC, budidaya maggot, bank sampah, panel surya sampai IPAL sederhana. Kami bangga dan mengapresiasi inisiatif warga Kampung Edukasi Sampah ini. Semoga ilmu ini dapat kami terapkan di Desa Mantingan.”
Dalam kesempatan itu, Ketua RT 23 RW 07 Sekardangan, Andi Hariyadi, juga menyampaikan apresiasi. “Kami bangga menerima rombongan Desa Mantingan. Semoga pembelajaran ini menjadi inspirasi gerakan yang lebih luas di desa-desa lain.”
Pegiat Lingkungan Kampung Edukasi Sampah, Edi Priyanto, turut menegaskan bahwa belajar dari praktik nyata adalah kunci perubahan. Baginya, transformasi lingkungan bukan hanya urusan teknis, tetapi perkara membangun cara pandang baru dan kesadaran kolektif di tengah masyarakat.
“Melihat membuat kita percaya, karena mata tidak bisa dibohongi. Mencoba membuat kita berubah, karena pengalaman langsung menumbuhkan pemahaman sejati. Konsisten membuat peradaban, karena perubahan besar lahir dari langkah kecil yang dijaga terus-menerus.”

Ia menambahkan bahwa gerakan ini bukan tentang siapa yang lebih dahulu, tetapi tentang siapa yang mau memulai dan tidak berhenti.
“Di sini kami membuka pintu bagi siapa pun yang ingin belajar. Meniru kebaikan itu mulia karena setiap kebaikan yang ditiru akan melahirkan kebaikan baru. Jika kebaikan menjadi kebiasaan, maka kebiasaan akan menjadi budaya, dan budaya akan membentuk peradaban.”
“Gerakan lingkungan bukan sekadar memilah sampah. Ini tentang membangun kesadaran, menjaga bumi, dan meninggalkan warisan moral bagi generasi mendatang. Karena bumi ini bukan warisan nenek moyang kita, namun adalah titipan untuk anak cucu kita.”
Kunjungan ini menjadi bukti bahwa model pembelajaran berbasis komunitas sangat efektif. Datang, melihat, mendengar, mencoba, dan meniru model belajar lapangan ini membuat proses adopsi lebih mudah dan cepat.
Melihat kampung yang berubah membuat setiap pengunjung yakin bahwa desanya pun bisa berubah. Bahwa gerakan hijau bukan mimpi tapi perjalanan yang harus dimulai sekarang.
Kampung Edukasi Sampah mengajak seluruh masyarakat, sekolah, komunitas, dan pemerintah desa di Indonesia untuk ikut merasakan pengalaman belajar ini. Karena masa depan bumi dimulai dari rumah, dari kampung, dari kita sendiri.






