Menanam Karakter, Menuai Kesadaran Sejak Dini
Siswa SDK St. Yustinus De Yacobis Belajar Kelola Sampah di Kampung EdukasiSampah
Sidoarjo, 12 November 2025 — Udara pagi yang teduh di Kampung Edukasi Sampah (KES) Sekardangan dipenuhi semangat belajar yang berbeda dari biasanya. Suasana riuh rendah siswa kelas IV SDK St. Yustinus De Yacobis, Krian, Sidoarjo, menghidupkan halaman kampung yang telah menjelma menjadi living lab atau laboratorium hidup pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Hari itu, mereka tidak belajar di ruang kelas berpendingin udara, melainkan di ruang terbuka di “kelas kehidupan” yang mengajarkan harmoni antara manusia dan bumi.
Kegiatan Outdoor Learning ini menjadi sarana pembelajaran langsung tentang bagaimana menjaga bumi melalui aksi sederhana namun bermakna. Anak-anak diajak memahami jenis sampah organik, anorganik, B3, dan residu serta mengenali fungsi warna pada tong sampah. Mereka juga berlatih membuat kompos takakura dari sisa dapur, mencoba tong aerob, hingga melihat cara kerja sumur biopori di lapangan.
Menurut Esther Erawati, fasilitator dan kader lingkungan Kampung Edukasi Sampah, metode belajar berbasis pengalaman seperti ini menjadi cara efektif menanamkan kesadaran ekologis sejak dini.
“Ketika anak-anak menyentuh dan melihat langsung prosesnya, pesan itu masuk ke hati mereka. Mereka belajar bahwa sampah bukan musuh, tapi sumber daya yang bisa dikelola. Kami ingin mereka memahami bahwa mencintai bumi adalah wujud syukur dan ibadah dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Esther dengan penuh semangat.
Ia menambahkan, pengalaman konkret seperti ini mampu membentuk perilaku baru yang bertahan lama.
“Melihat membuat percaya, mencoba membuat berubah, dan konsisten membuat peradaban. Dari sinilah karakter cinta lingkungan itu tumbuh,” imbuhnya.
Kegiatan berlangsung interaktif dan menyenangkan. Dalam sesi daur ulang kreatif, para siswa membuat tempat pensil karakter dari botol plastik bekas. Lewat aktivitas ini, mereka belajar bahwa sesuatu yang dianggap tak berguna pun bisa bernilai jika dikelola dengan kreativitas dan cinta lingkungan.
Guru pendamping SDK St. Yustinus De Yacobis mengungkapkan rasa syukur dan apresiasi atas pengalaman belajar di KES.
“Anak-anak belajar dengan gembira dan penuh makna. Mereka memahami bahwa menjaga bumi adalah bagian dari karakter Kristiani : peduli, bertanggung jawab, rendah hati, dan mencintai ciptaan Tuhan,” ujarnya.
Kampung Edukasi Sampah (KES) sendiri kini dikenal luas sebagai kampung percontohan edukasi lingkungan. Di tempat ini, konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) bukan sekadar teori, tetapi gaya hidup warga sehari-hari. Berbagai inovasi diterapkan secara nyata: bank sampah “Telulikur”, komposter rumah tangga, budidaya maggot, produksi eco enzyme, pengolahan limbah cair sederhana (IPAL), hingga penggunaan panel surya mandiri sebagai sumber energi bersih.
Melalui kunjungan seperti ini, pesan perubahan sosial terus digulirkan. Setiap individu diajak menjadi agen perubahan memulai dari rumah, sekolah, dan diri sendiri.
Di akhir kegiatan, para siswa tidak hanya membawa hasil karya daur ulang, tetapi juga membawa pulang kesadaran baru: bahwa bumi yang bersih dan sehat dimulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan dengan hati.
Sekolah pun berkomitmen menjadikan pengalaman di KES sebagai inspirasi memperkuat program Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan.
“Kami ingin anak-anak tumbuh bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter cinta lingkungan. Karena masa depan bumi ada di tangan mereka,” tutup guru pendamping.





